STRATEGI PENGOLAHAN
LIMBAH JERAMI DI AREAL PERSAWAHAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sejarah penggunaan
pupuk pada dasarnya merupakan bagian daripada sejarah pertanian. Penggunaan
pupuk organik diperkirakan sudah dimulai sejak permulaan manusia mengenal
bercocok tanam, yaitu sekitar 5.000 tahun yang lalu. Bentuk primitif dari
penggunaan pupuk dalam memperbaiki kesuburan tanah dimulai dari kebudayaan tua
manusia di daerah aliran sungai-sungai Nil, Euphrat, Indus, Cina, dan Amerika
Latin.
Di Indonesia, pupuk organik sudah lama
dikenal para petani. Penduduk Indonesia sudah mengenal pupuk organik sebelum
diterapkannya revolusi hijau. Setelah revolusi hijau, kebanyakan petani lebih
suka menggunakan pupuk buatan karena praktis menggunakannya, jumlahnya jauh
lebih sedikit dari pupuk organik, harganyapun relatif murah, dan mudah
diperoleh.
Kebanyakan petani sudah sangat
tergantung pada pupuk buatan, sehingga dapat berdampak negatif terhadap
perkembangan produksi pertanian. Tumbuhnya kesadaran para petani akan dampak
negatif penggunaan pupuk buatan dan sarana pertanian modern lainnya terhadap
lingkungan telah membuat mereka beralih dari pertanian konvensional ke
pertanian organik. Meskipun demikian, agar kuantitas produksi tetap terjaga
maka penggunakan pupuk anorganik tetap dianjurkan untuk digunakan secara
berimbang.
Salah satu potensi bahan pupuk organik
yang sangat melimpah di indonesia adalah jerami padi. Dengan luas areal
persawahan yang sangat luas, maka sangat dimungkinkan limbah jerami menjadi
bahan baku utama dalam pembuatan pupuk organik.
B. Masalah
Salah satu perlakuan
terhadap jerami padi yang umum dilakukan oleh petani setelah musim panen adalah
dengan cara dibakar. Kegiatan ini seakan sudah menjadi rutinitas tahunan bagi
sebagian besar petani padi di indonesia. Meskipun di beberapa tempat sudah
banyak yang memanfaatkan sebagai pakan ternak, tetapi di daerah yang masih
sangat terbatas jumlah ternaknya, membakar jerami meruapakan salah satu
kegiatan yang menjadi pemandangan umum. Tentunya banyak masalah yang
ditimbulkan dari aktivitas membakar jerami, diantaranya adalah merusak
lingkungan, pencemaran udara yang pada akhirnya mempercepat pemanasan global.
Jarak adalah merupakan salah satu
kendala bagi petani untuk mengolah limbah jerami padi menjadi pupuk organik.
Oleh karena itu, maka salah satu solusi dalam rangka mengatasi pembakaran
jerami sekaligus meminimalisir penggunaan tenaga dalam pengolahan jerami, maka
pengolahan limbah jerami menjadi pupuk organik dilahan persawahan sangatlah
dibutuhkan.
C. Tujuan
Tulisan ini bertujuan
untuk memberikan informasi tentang strategi pengolahan limbah jerami di areal
persawahan.
D. Ruang
Lingkup
Ruang lingkup bahasan
dalam tulisan ini akan membahas strategi/cara membuat pupuk organik dengan
memanfaatkan limbah pertanian yang ada di wilayah produksi pertanian.
II. Membangun Mindset Petani dalam Mengolah
Limbah Pertanian
Secara alami
bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam dengan bantuan mikroba
maupun biota tanah lainnya. Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami
berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah
banyak dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan
teknologi sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi.
Pada prinsipnya pengembangan teknologi
pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organik yang terjadi secara
alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan
dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini
menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah
organik, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah
organik industri, serta limbah pertanian dan perkebunan.
Limbah pertanian yang paling banyak
dihasilkan oleh petani, khsusnya di Indonesia adalah jerami padi, jagung dan
kacang-kacangan. Meskipun melimpah, limbah ini belum mampu diolah secara
maksimal oleh petani. Bahkan terkadang petani kebingungan dalam mencari solusi
penanganan limbah setelah musim panen. Ahirnya solusi yang sering dilakukan
oleh petani adalah membakar limbah-limbah tersebut. Padahal dengan melakukan
pembakaran limbah, sesungguhnya petani telah mengalami kerugian karena unsur
hara yang terdapat di dalam sisa pertanaman tidak bisa dimanfaatkan untuk
dikembalikan ke dalam tanah tempat petani melakukan budidaya pertanian.Padahal
dengan introduksi teknologi sederhana, sesungguhnya limbah-limbah tersebut
sudah dapat diolah menjadi pupuk organik tanpa harus mengeluarkan banyak biaya.
Tapi kenapa petani jarang yang melakukan pengolahan limbah menjadi pupuk
organik, khususnya di tempat di mana mereka bercocok tanam?
Ada banyak faktor yang berpengaruh
sehingga petani tidak melakukan pengolahan limbah pertaniannya, diantaranya
adalah :
1) Petani tidak memahami manfaat limbah
pertanian.
Selama ini petani selalu berinteraksi
dengan berbagai jenis limbah pertanian dalam kehidupannya. Namun demikian,
mereka sangat jarang memikirkan manfaat yang bisa diperoleh dari limbah
tersebut. Mereka hanya menganggap bahwa limbah tersebut hanyalah sampah yang
harus dihilangkan karena mengganggu proses budidaya pertanian. Oleh karena itu,
jalan pintas yang umum dilakukan adalah membakar limbah-limbah tersebut
menjelang pengolahan tanah. Lalu apa yang harus dilakukan oleh aparat
pemerintah, khususnya para penyuluh?
Memberi bimbingan kepada petani adalah
salah satu solusinya. Tentunya sebelum melakukan pembinaan kepada petani,
penyuluh harus memahami lebih dahulu manfaat limbah pertanian dan cara
pengolahannya.
2) Petani tidak mengetahui cara mengolah
limbah pertanian
Tidak mengetahui cara mengolah limbah
pertanian merupakan salah satu persoalan yang banyak terjadi di masyarakat,
khususnya petani. Oleh karena itu penyuluh pertanian harus memiliki kemampuan
untuk mengolah limbah pertanian menjudi pupuk organik. Dengan demikian
diharapkan bisa memberikan solusi kepada petani dengan contoh yang tepat dalam
pengolahan limbah pertanian.
3) Petani malas melakukan pengolahan
limbah pertanian
Sudah menjadi tradisi bahwa salah satu
penyakit masyarakat adalah sikap malas. Penyakit ini juga banyak dialami oleh
para petani di negeri ini. Karena sudah terbiasa dengan hal-hal yang bersifat
instant, khususnya dalam penggunanaa pupuk, maka petani seringkali malas
menggunakan pupuk organik karena dianggap tidak bisa memperlihatkan hasil
secara cepat. Akbitnya adalah petani malas mengolah limbah pertaniannya menjadi
pupuk organik. Jangankan untuk menggunakan pupuk organik dari hasil olahan
sendiri, terkadang menggunakan pupuk organik bersubsidi pun petani banyak
mengeluh, khususnya dalam hal pengangkutan ke sawah dan lambatnya reaksi
terhadap pertanaman.
4) Pengolahan limbah secara modern yang
selama ini banyak diperkenalkan ke masyarkat terkesan sulit untuk dilakukan.
Selama ini metode yang banyak diperkenalkan
kepada masyarakat dalam mengolah limbah pertanian bersifat semi modern. Artinya
pengolahan limbah yang menggunakan mesin sederhana untuk membantu pengecilan
ukuran bahan organik agar lebih mudah dalam proses penguraian. Akibatnya adalah
dalam benak petani tertanam pemikiran bahwa untuk mengolah limbah menjadi pupuk
organik harus tersedia mesin pencacah terlebih dahulu. Jika pemikiran ini sudah
menjadi mindset petani, maka dapat dipastikan bahwa alasan pertama yang akan
mereka sampaikan ketika diminta mengolah limbah pertanian adalah “tidak punya
mesin pencacah”. Meskipun saat ini banyak mesin pencacah yang diberikan dalam
bentuk hibah ke petani, tetapi hal ini sering kali tidak memberikan solusi
dalam pengolahan limbah pertanian. Disamping keterbatasan dana pemerintah yang
tidak sebanding dengan jumlah petani, membangun kesadaran masyarakat tentang
pentingnya keberadaan pupuk organik dalam proses budidaya pertanian harus lebih
diutamakan dalam rangka membangun mindset petani bahwa sesungguhnya mereka yang
sangat membutuhkan pupuk organik. Jika mindset ini sudah terbangun, maka ada
bantuan atau tidak, petani akan tetap membuat pupuk organik, baik dengan mesih
pencacah atau mencacah secara manual.
5) Petani tidak memahami manfaat
pemberian pupuk organik pada tanah
Ketika petani tidak memahami manfaat
pemberian pupuk organik pada tanah, maka sudah dapat dipastikan bahwa mereka
akan acuh tak acuh dalam menggunakan pupuk organik. Sehingga menjadi salah satu
fondasi yang harus dibangun dalam rangka mensukseskan penggunaan pupuk organik
di kalangan petani adalah memberikan pemahaman pentingnya penggunaan pupuk
organik dalam perbaikan unsur hara tanah. Jika tanah sudah memiliki unsur hara
yang memadai, maka dengan introduksi teknologi yang sederhanapun, produksi
pertanian akan meningkat.
III.
Membuat Pupuk Organik di Wilayah
Produksi Pertanian
Saat ini masih sangat
jarang dilakukan pengolahan limbah pertanian di wilayah produksi (baca lahan
produksi) pertanian. Salah satu penyebabnya adalah keterbatasan sumberdaya,
khususnya sumberdaya manusia. Beberapa lahan pertanian yang potensial untuk
dilakukan pengolahan limbah secara langsung adalah :
1) Pengolahan limbah jerami padi di
lahan sawah
2) Pengolahan limbah jerami jagung di
lahan pertanaman
3) Pengolahan limbah kacang-kacangan di
lahan pertanaman
Berikut ini akan dijelaskan cara
mengolah pupuk organik di wilayah produksi pertanian, khususnya pada lahan
sawah.
Cara pengolahan limbah jerami padi di
lahan sawah
Bahan : jerami padi, kotoran ternak,
air, arang sekam, aktivator/dekomposer, air gula
Peralatan : gembor/ember, gayung.
Cara membuat :
1) Membuat bak fermentasi dari bambu.
Ukuran bak fermentasi disesuaikan dengan kebutuhan, yaitu berapa banyak bahan
yang akan diolah.
Gambar
1. Bak fermentasi yang terbuat dari bambu
2) Pengecilan ukuran bahan.
Saat panen, umumnya petani sudah
menggunakan power trheser. Jerami yang yang dihasilkan dari hasil olahan mesin
power trheser saat panen sudah memiliki ukuran yang kecil. Oleh karena itu
jerami ini sudah dapat diolah menjadi pupuk organik meskipun tidak diperkecil
lagi. Jika tidak menggunakan mesin power trheser saat panen, maka jerami padi
dapat diolah secara manual.
Pengecilan ukuran bahan berfungsi untuk
mempercepat proses pelapukan/penguraian.
3) Mencampur air, aktivator, dan air
gula. Adapun komposisinya adalah :
Aktivator : 10-20cc
Air gula/mollases :5-10 cc
Air : 10 liter
Bahan tersebut dimasukkan ke dalam
ember/gembor lalu diaduk hingga bercampur secara merata, kemudian disiramkan
pada bahan.
4) Menyiram bak fermentasi
Sebelum bahan disusun pada bak
fermentasi, sebaiknya disiram terlebih dahulu dengan air yang sudah dicampur
dengan aktivator dan mollase. Penyiraman ini berfungsi agar pada bagian dasar
tempat fermentasi sudah terdapat mikroba pengurai.
Gambar
2. Menyiram bak fermentasi
5) Memasukkan bahan ke bak fermentasi
Saat memasukan bahan ke bak fermentasi
sebaiknya disusun secara berlapis dengan bentuk susunan sebagai berikut :
a) Masukkan kotoran ternak pada bagian
paling bawah dengan ketebalan 3cm, lalu siram dengan air yang sudah dicampur
dengan aktivator.
b) Masukkan jerami pada lapis ke dua
dengan ketebalan 10 cm, lalu siram dengan air yang sudah dicampur dengan
aktivator.
c) Masukkan kotoran ternak pada lapis ke
3 ketebalan 5 cm, lalu siram dengan air yang sudah dicampur dengan aktivator.
d) Lakukan pengulangan pada poin b)
hingga tinggi tumpukan mencapai 0,5 – 1 m. Setelah tumpukan mencapau 1 meter,
maka simpanlah arang sekam pada bagian atas tumpukan, lalu siram dengan air
yang sudah dicampur dengan aktivator.
Gambar
3. Penyiraman bahan dengan air yang sudah dicampur aktivator
6) Lepas bak fermentasi
Gambar
4. Bahan yang sudah siap difermentasi
7) Tutuplah bahan dengan menggunakan
terpal atau karung goni.
Gambar
5. Menutup Bahan dengan plastik
Demikianlah cara
membuat pupuk organik khususnya di lahan produksi pertanian. Cara ini tergolong
lebih mudah dibandingkan petani harus mengankut jerami dari sawah untuk
kemudian diolah ditempat khusus. Keuntungan lainnya dari pengolahan langsung di
lahan pertanian adalah petani dapat langsung mengaplikasikan setiap menjelang
musim tanam tanpa harus memikirkan biaya angkut.
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
1) Dalam rangka membangun pertanian yang
berkelanjutan, maka hal utama yang harus dibangun adalah mindset petani terkait
pentingnya penggunaan pupuk organik.
2) Mengolah limbah pertanian menjadi
pupuk organik dapat dilakukan di tempat di mana limbah tersebut dihasilkan
sehingga akan lebih memudahkan petani dalam pengolahan dan pemanfaatan limbah pertanian.
B. Saran
1) Sebaiknya penyuluhan tentang
pentingnya peranan pupuk organik terhadap lahan persawahan perlu terus
ditingkatkan. Dalam memberikan penyuluhan kepada petani, sebaiknya disampaikan
proses kerja pupuk organik yang lambat dalam memperlihatkan hasil tetapi dalam
jangka panjang akan bermanfaat dalam meningkatkan produksi pertanian.
2) Sebaiknya digalakkan pengolahan
limbah pertanian di lahan produksi pertanian sehingga memudahkan petani untuk
mengolah dan memanfaatkan limbah pertanian.