Jenis dan Penggolongan Limbah Industri
Tekstil (EVALUASI)
Pencemaran lingkungan akibat industry
tekstil adalah berupa pencemaran debu yang dihasilkan dari penggunaan mesin
berkecepatan tinggi dan limbah cair yang berasal dari tumpahan dan air cucian
tempat pencelupan larutan kanji dan proses pewarnaan. Zat warna tekstil
merupakan gabungan dari senyawa organic tidak jenuh, kromofor, dan auksokrom
sebagai pengaktif kerja kromofor dan pengikat antara warna dengan serat.
Kandungan limbah yang dihasilkan dari proses pewarnaan tergantung pada pewarna
yang digunakan. Limbah-limbah yang dihasilkan suatu industry, akan dialirkan ke
kolam-kolam penampungan dan selanjutnya dibuang ke sungai. Limbah tekstil
merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses pengkanjian, penghilangan kanji,
penggelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan, pencetakan dan proses
penyempurnaan.
Andinurina (2012) mengatakan bahwa
“Gabungan air limbah pabrik tekstil di
Indonesia rata-rata mengandung 750 mg/l padatan tersuspensi dan 500 mg/l BOD.
Perbandingan COD : BOD adalah dalam kisaran 1,5:1 sampai 3 : 1. Pabrik serat
alam menghasilkan beban yang lebih besar. Beban tiap ton produk lebih besar
untuk operasi kecil dibandingkan dengan operasi modern yang besar, berkisar
dari 25 kg BOD/ton produk sampai 100 kg BOD/ton. Informasi tentang banyaknya
limbah produksi kecil batik tradisional belum ditemukan.”
Jenis-jenis limbah :
1. Logam berat terutama As, Cd, Cr, Pb,
Cu, Zn.
2. Hidrokarbon terhalogenasi (dari
proses dressing dan finishing)
3. Pigmen, zat warna dan pelarut organic
4. Tensioactive (surfactant)
Terjadinya pencemaran air, akan
menggangu kehidupan ikan-ikan yang ada di dalamnya, menurunnya kualitan
perairan, sehingga daya dukung perairan tersebut terhadap organisme akuatik
yang hidup di dalamnya akan turun. Masalah pencemaran air menimbulkan berbagai
akibat, baik yang bersifat biologic, fisik maupun kimia.
Penggolongan Zat Warna
Zat warna
dapat digolongkan menurut sumber diperolehnya yaitu zat warna alam dan zat
warna sintetik.Van Croft menggolongkan zat warna berdasarkan
pemakaiannya, misalnya zat warna yang langsung dapat mewarnai serat disebutnya
sebagai zat warna substantif dan zat warna yang memerlukan zat-zat pembantu
supaya dapat mewarnai serat disebut zat reaktif.Kemudian Henneck membagi zat
warna menjadi dua bagian menurut warna yang ditimbulkannya, yakni zat warna
monogenetik apabila memberikan hanya satu warna dan zat warna poligenatik
apabila dapat memberikan beberapa warna. Penggolongan zat warna yang lebih umum
dikenal adalah berdasarkan konstitusi (struktur molekul) dan berdasarkan
aplikasi (cara pewarnaannya) pada bahan, misalnya didalam pencelupan dan
pencapan bahan tekstil, kulit, kertas dan bahan-bahan lain.
Penggolongan zat warna menurut “Colours
Index” volume 3, yang terutama menggolongkan atas dasar sistem kromofor yang
berbeda misalnya zat warna Azo, Antrakuinon, Ftalosia, Nitroso, Indigo,
Benzodifuran, Okazin, Polimetil, Di- dan Tri-Aril Karbonium, Poliksilik,
Aromatik Karbonil, Quionftalen, Sulfer, Nitro, Nitrosol dan lain-lain.
Zat warna Azo merupakan jenis zat warna
sistetis yang cukup penting. Lebih dari 50% zat warna dalam daftar Color Index
adalah jenis zat warna azo. Zat warna azo mempunyai sistem kromofor dari gugus
azo (-N=N-) yang berikatan dengan gugus aromatik. Lingkungan zat warna azo
sangat luas, dari warna kuning, merah, jingga, biru AL (Navy Blue), violet dan
hitam, hanya warna hijau yang sangat terbatas.
Penggolongan lain yang biasa digunakan
terutama pada proses pencelupan dan pencapan pada industri tekstil adalah
penggolongan berdasarkan aplikasi (cara pewarnaan). Zat warna tersebut dapat
digolongkan sebagai zat warna asam, basa, direk, dispersi, pigmen, reaktif,
solven, belerang , bejana dan lain-lain.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa
tiap-tiap jenis zat warna mempunyai kegunaan tertentu dan sifat-sifatnya
tertentu pula. Pemilihan zat warna yang akan dipakai bergantung pada bermacam
faktor antara lain : jenis serat yang akan diwarnai, macam wana yang dipilih
dan warna-warna yang tersedia, tahan lunturnya dan peralatan produksi yang
tersedia.
Jenis yang
paling banyak digunakan saat ini adalah zat warna reaktif dan zat
warnadispersi.Hal ini disebabkan produksi bahan tekstil dewasa ini adalah
serat sintetik seperti serat polamida, poliester dan poliakrilat.Bahan tekstil
sintetik ini, terutama serat poliester, kebanyakan hanya dapat dicelup dengan
zat warna dispersi.Demikian juga untuk zat warna reaktif yang dapat mewarnai
bahan kapas dengan baik.
Zat Warna Reaktif
Dalam daftar “Color Index” golongan zat
warna yang terbesar jumlahnya adalah zat warna azo, dan dari zat warna yang
berkromofor azo ini yang paling banyak adalah zat warna reaktif zat warna
reaktif ini banyak digunakan dalam proses pencelupan bahan tekstil.
Kromofor zat
warna reaktif biasanya merupakan sistem azo dan antrakuinon dengan berat
molekul relatif kecil.Daya serap terhadap serat tidak besar.Sehingga
zat warna yang tidak bereaksi dengan serat
mudah dihilangkan.Gugus-gugus penghubung dapat mempengaruhi daya
serap dan ketahanan lat wama terhadap asam
atau basa.Gugus-gugus reaktif merupakan bagian-bagian dari zat warna
yang mudah lepas.Dengan lepasnya gugus reaktif ini, zat warna menjadi mudah
bereaksi dengan serat kain.Pada umumnya agar reaksi dapat berjalan
dengan baik maka diperlukan penambahan alkali atau asam sehingga mencapai pH
tertentu.
Disamping terjadinya reaksi antara zat
warna dengan serat membentuk ikatan primer kovalen yang merupakan ikatan pseudo
ester atau eter, molekul air pun dapat juga mengadakan reaksi hidrolisa dengan
molekul zat warna, dengan memberikan komponen zat warna yang tidak reaktif
lagi. Reaksi hidrolisa tersebut akan bertambah cepat dengan kenaikan
temperatur.
Selulosa
mempunyai gugus alkohol primer dan sekunder yang keduanya mampu mengadakan
reaksi dengan zat warna reaktif.Tetapi kecepatan reaktif alkohol primer jauh
lebih tinggi daripada alkohol sekunder.Mekanisme reaksi pada umumnya dapat
digambarkan sebagai penyerapan unsur positif pada zat warna reaktif terhadap
gugus hidroksil pada selulosa yang terionisasi.Agar dapat bereaksi
zat warna memerlukan penambahan alkali yang berguna untuk mengatur suasana yang
cocok untuk bereaksi, mendorong pembentukan ion selulosa dan menetralkan
asam-asam hasil reaksi
Fitriani. 2012. Pengolahan Limbah Pabrik
Tekstil dan Catid. Artikel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar