Jumat, 07 November 2014

STRATEGI PENGOLAHAN LIMBAH JERAMI DI AREAL PERSAWAHAN

STRATEGI PENGOLAHAN LIMBAH JERAMI DI AREAL PERSAWAHAN

I.          PENDAHULUAN
A.        Latar Belakang
Sejarah penggunaan pupuk pada dasarnya merupakan bagian daripada sejarah pertanian. Penggunaan pupuk organik diperkirakan sudah dimulai sejak permulaan manusia mengenal bercocok tanam, yaitu sekitar 5.000 tahun yang lalu. Bentuk primitif dari penggunaan pupuk dalam memperbaiki kesuburan tanah dimulai dari kebudayaan tua manusia di daerah aliran sungai-sungai Nil, Euphrat, Indus, Cina, dan Amerika Latin.
Di Indonesia, pupuk organik sudah lama dikenal para petani. Penduduk Indonesia sudah mengenal pupuk organik sebelum diterapkannya revolusi hijau. Setelah revolusi hijau, kebanyakan petani lebih suka menggunakan pupuk buatan karena praktis menggunakannya, jumlahnya jauh lebih sedikit dari pupuk organik, harganyapun relatif murah, dan mudah diperoleh.
Kebanyakan petani sudah sangat tergantung pada pupuk buatan, sehingga dapat berdampak negatif terhadap perkembangan produksi pertanian. Tumbuhnya kesadaran para petani akan dampak negatif penggunaan pupuk buatan dan sarana pertanian modern lainnya terhadap lingkungan telah membuat mereka beralih dari pertanian konvensional ke pertanian organik. Meskipun demikian, agar kuantitas produksi tetap terjaga maka penggunakan pupuk anorganik tetap dianjurkan untuk digunakan secara berimbang.
Salah satu potensi bahan pupuk organik yang sangat melimpah di indonesia adalah jerami padi. Dengan luas areal persawahan yang sangat luas, maka sangat dimungkinkan limbah jerami menjadi bahan baku utama dalam pembuatan pupuk organik.

B.        Masalah
Salah satu perlakuan terhadap jerami padi yang umum dilakukan oleh petani setelah musim panen adalah dengan cara dibakar. Kegiatan ini seakan sudah menjadi rutinitas tahunan bagi sebagian besar petani padi di indonesia. Meskipun di beberapa tempat sudah banyak yang memanfaatkan sebagai pakan ternak, tetapi di daerah yang masih sangat terbatas jumlah ternaknya, membakar jerami meruapakan salah satu kegiatan yang menjadi pemandangan umum. Tentunya banyak masalah yang ditimbulkan dari aktivitas membakar jerami, diantaranya adalah merusak lingkungan, pencemaran udara yang pada akhirnya mempercepat pemanasan global.
Jarak adalah merupakan salah satu kendala bagi petani untuk mengolah limbah jerami padi menjadi pupuk organik. Oleh karena itu, maka salah satu solusi dalam rangka mengatasi pembakaran jerami sekaligus meminimalisir penggunaan tenaga dalam pengolahan jerami, maka pengolahan limbah jerami menjadi pupuk organik dilahan persawahan sangatlah dibutuhkan.

C.        Tujuan
Tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang strategi pengolahan limbah jerami di areal persawahan.

D.        Ruang Lingkup
Ruang lingkup bahasan dalam tulisan ini akan membahas strategi/cara membuat pupuk organik dengan memanfaatkan limbah pertanian yang ada di wilayah produksi pertanian.

II.        Membangun Mindset Petani dalam Mengolah Limbah Pertanian
Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi.
Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organik yang terjadi secara alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organik, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik industri, serta limbah pertanian dan perkebunan.
Limbah pertanian yang paling banyak dihasilkan oleh petani, khsusnya di Indonesia adalah jerami padi, jagung dan kacang-kacangan. Meskipun melimpah, limbah ini belum mampu diolah secara maksimal oleh petani. Bahkan terkadang petani kebingungan dalam mencari solusi penanganan limbah setelah musim panen. Ahirnya solusi yang sering dilakukan oleh petani adalah membakar limbah-limbah tersebut. Padahal dengan melakukan pembakaran limbah, sesungguhnya petani telah mengalami kerugian karena unsur hara yang terdapat di dalam sisa pertanaman tidak bisa dimanfaatkan untuk dikembalikan ke dalam tanah tempat petani melakukan budidaya pertanian.Padahal dengan introduksi teknologi sederhana, sesungguhnya limbah-limbah tersebut sudah dapat diolah menjadi pupuk organik tanpa harus mengeluarkan banyak biaya. Tapi kenapa petani jarang yang melakukan pengolahan limbah menjadi pupuk organik, khususnya di tempat di mana mereka bercocok tanam?
Ada banyak faktor yang berpengaruh sehingga petani tidak melakukan pengolahan limbah pertaniannya, diantaranya adalah :
1) Petani tidak memahami manfaat limbah pertanian.
Selama ini petani selalu berinteraksi dengan berbagai jenis limbah pertanian dalam kehidupannya. Namun demikian, mereka sangat jarang memikirkan manfaat yang bisa diperoleh dari limbah tersebut. Mereka hanya menganggap bahwa limbah tersebut hanyalah sampah yang harus dihilangkan karena mengganggu proses budidaya pertanian. Oleh karena itu, jalan pintas yang umum dilakukan adalah membakar limbah-limbah tersebut menjelang pengolahan tanah. Lalu apa yang harus dilakukan oleh aparat pemerintah, khususnya para penyuluh?
Memberi bimbingan kepada petani adalah salah satu solusinya. Tentunya sebelum melakukan pembinaan kepada petani, penyuluh harus memahami lebih dahulu manfaat limbah pertanian dan cara pengolahannya.
2) Petani tidak mengetahui cara mengolah limbah pertanian
Tidak mengetahui cara mengolah limbah pertanian merupakan salah satu persoalan yang banyak terjadi di masyarakat, khususnya petani. Oleh karena itu penyuluh pertanian harus memiliki kemampuan untuk mengolah limbah pertanian menjudi pupuk organik. Dengan demikian diharapkan bisa memberikan solusi kepada petani dengan contoh yang tepat dalam pengolahan limbah pertanian.
3) Petani malas melakukan pengolahan limbah pertanian
Sudah menjadi tradisi bahwa salah satu penyakit masyarakat adalah sikap malas. Penyakit ini juga banyak dialami oleh para petani di negeri ini. Karena sudah terbiasa dengan hal-hal yang bersifat instant, khususnya dalam penggunanaa pupuk, maka petani seringkali malas menggunakan pupuk organik karena dianggap tidak bisa memperlihatkan hasil secara cepat. Akbitnya adalah petani malas mengolah limbah pertaniannya menjadi pupuk organik. Jangankan untuk menggunakan pupuk organik dari hasil olahan sendiri, terkadang menggunakan pupuk organik bersubsidi pun petani banyak mengeluh, khususnya dalam hal pengangkutan ke sawah dan lambatnya reaksi terhadap pertanaman.
4) Pengolahan limbah secara modern yang selama ini banyak diperkenalkan ke masyarkat terkesan sulit untuk dilakukan.
Selama ini metode yang banyak diperkenalkan kepada masyarakat dalam mengolah limbah pertanian bersifat semi modern. Artinya pengolahan limbah yang menggunakan mesin sederhana untuk membantu pengecilan ukuran bahan organik agar lebih mudah dalam proses penguraian. Akibatnya adalah dalam benak petani tertanam pemikiran bahwa untuk mengolah limbah menjadi pupuk organik harus tersedia mesin pencacah terlebih dahulu. Jika pemikiran ini sudah menjadi mindset petani, maka dapat dipastikan bahwa alasan pertama yang akan mereka sampaikan ketika diminta mengolah limbah pertanian adalah “tidak punya mesin pencacah”. Meskipun saat ini banyak mesin pencacah yang diberikan dalam bentuk hibah ke petani, tetapi hal ini sering kali tidak memberikan solusi dalam pengolahan limbah pertanian. Disamping keterbatasan dana pemerintah yang tidak sebanding dengan jumlah petani, membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya keberadaan pupuk organik dalam proses budidaya pertanian harus lebih diutamakan dalam rangka membangun mindset petani bahwa sesungguhnya mereka yang sangat membutuhkan pupuk organik. Jika mindset ini sudah terbangun, maka ada bantuan atau tidak, petani akan tetap membuat pupuk organik, baik dengan mesih pencacah atau mencacah secara manual.
5) Petani tidak memahami manfaat pemberian pupuk organik pada tanah
Ketika petani tidak memahami manfaat pemberian pupuk organik pada tanah, maka sudah dapat dipastikan bahwa mereka akan acuh tak acuh dalam menggunakan pupuk organik. Sehingga menjadi salah satu fondasi yang harus dibangun dalam rangka mensukseskan penggunaan pupuk organik di kalangan petani adalah memberikan pemahaman pentingnya penggunaan pupuk organik dalam perbaikan unsur hara tanah. Jika tanah sudah memiliki unsur hara yang memadai, maka dengan introduksi teknologi yang sederhanapun, produksi pertanian akan meningkat.

III.       Membuat Pupuk Organik di Wilayah Produksi Pertanian
Saat ini masih sangat jarang dilakukan pengolahan limbah pertanian di wilayah produksi (baca lahan produksi) pertanian. Salah satu penyebabnya adalah keterbatasan sumberdaya, khususnya sumberdaya manusia. Beberapa lahan pertanian yang potensial untuk dilakukan pengolahan limbah secara langsung adalah :
1) Pengolahan limbah jerami padi di lahan sawah
2) Pengolahan limbah jerami jagung di lahan pertanaman
3) Pengolahan limbah kacang-kacangan di lahan pertanaman

Berikut ini akan dijelaskan cara mengolah pupuk organik di wilayah produksi pertanian, khususnya pada lahan sawah.
Cara pengolahan limbah jerami padi di lahan sawah
Bahan : jerami padi, kotoran ternak, air, arang sekam, aktivator/dekomposer, air gula
Peralatan : gembor/ember, gayung.
Cara membuat :
1) Membuat bak fermentasi dari bambu. Ukuran bak fermentasi disesuaikan dengan kebutuhan, yaitu berapa banyak bahan yang akan diolah.

Gambar 1. Bak fermentasi yang terbuat dari bambu

2) Pengecilan ukuran bahan.
Saat panen, umumnya petani sudah menggunakan power trheser. Jerami yang yang dihasilkan dari hasil olahan mesin power trheser saat panen sudah memiliki ukuran yang kecil. Oleh karena itu jerami ini sudah dapat diolah menjadi pupuk organik meskipun tidak diperkecil lagi. Jika tidak menggunakan mesin power trheser saat panen, maka jerami padi dapat diolah secara manual.
Pengecilan ukuran bahan berfungsi untuk mempercepat proses pelapukan/penguraian.
3) Mencampur air, aktivator, dan air gula. Adapun komposisinya adalah :
Aktivator : 10-20cc
Air gula/mollases :5-10 cc
Air : 10 liter
Bahan tersebut dimasukkan ke dalam ember/gembor lalu diaduk hingga bercampur secara merata, kemudian disiramkan pada bahan.
4) Menyiram bak fermentasi
Sebelum bahan disusun pada bak fermentasi, sebaiknya disiram terlebih dahulu dengan air yang sudah dicampur dengan aktivator dan mollase. Penyiraman ini berfungsi agar pada bagian dasar tempat fermentasi sudah terdapat mikroba pengurai.

Gambar 2. Menyiram bak fermentasi

5) Memasukkan bahan ke bak fermentasi
Saat memasukan bahan ke bak fermentasi sebaiknya disusun secara berlapis dengan bentuk susunan sebagai berikut :
a) Masukkan kotoran ternak pada bagian paling bawah dengan ketebalan 3cm, lalu siram dengan air yang sudah dicampur dengan aktivator.
b) Masukkan jerami pada lapis ke dua dengan ketebalan 10 cm, lalu siram dengan air yang sudah dicampur dengan aktivator.
c) Masukkan kotoran ternak pada lapis ke 3 ketebalan 5 cm, lalu siram dengan air yang sudah dicampur dengan aktivator.
d) Lakukan pengulangan pada poin b) hingga tinggi tumpukan mencapai 0,5 – 1 m. Setelah tumpukan mencapau 1 meter, maka simpanlah arang sekam pada bagian atas tumpukan, lalu siram dengan air yang sudah dicampur dengan aktivator.

Gambar 3. Penyiraman bahan dengan air yang sudah dicampur aktivator

6) Lepas bak fermentasi
Gambar 4. Bahan yang sudah siap difermentasi

7) Tutuplah bahan dengan menggunakan terpal atau karung goni.
Gambar 5. Menutup Bahan dengan plastik
Demikianlah cara membuat pupuk organik khususnya di lahan produksi pertanian. Cara ini tergolong lebih mudah dibandingkan petani harus mengankut jerami dari sawah untuk kemudian diolah ditempat khusus. Keuntungan lainnya dari pengolahan langsung di lahan pertanian adalah petani dapat langsung mengaplikasikan setiap menjelang musim tanam tanpa harus memikirkan biaya angkut.

IV.       PENUTUP
A.        Kesimpulan
1) Dalam rangka membangun pertanian yang berkelanjutan, maka hal utama yang harus dibangun adalah mindset petani terkait pentingnya penggunaan pupuk organik.
2) Mengolah limbah pertanian menjadi pupuk organik dapat dilakukan di tempat di mana limbah tersebut dihasilkan sehingga akan lebih memudahkan petani dalam pengolahan dan pemanfaatan limbah pertanian.

B. Saran
1) Sebaiknya penyuluhan tentang pentingnya peranan pupuk organik terhadap lahan persawahan perlu terus ditingkatkan. Dalam memberikan penyuluhan kepada petani, sebaiknya disampaikan proses kerja pupuk organik yang lambat dalam memperlihatkan hasil tetapi dalam jangka panjang akan bermanfaat dalam meningkatkan produksi pertanian.

2) Sebaiknya digalakkan pengolahan limbah pertanian di lahan produksi pertanian sehingga memudahkan petani untuk mengolah dan memanfaatkan limbah pertanian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar